Forum Group Discussion (FGD) Polres Subang, Putus Mata Rantai Radikalisme dan Terorisme

Pemerintahan

SUBANG.(MSS),-Bertempat di Grant Hotel Subang, Subsatgas Kemitraan Satgas Nusantara 2018 Polres Subang yang dibuka oleh Kapolres Subang AKBP Muhammad Joni dan Plt Bupati Subang Ating R. adakan seminar tentang memutus mata rantai radikalisme dan terorisme guna konduksifitas Pasca Pilkada 2018 dan jelas Pilpres 2019 di wilayah Kab. Subang, Sabtu (1/9).
Sedangkan narasumber dari H. Abdurahim dari Kepala Kantor Kementrian Agama Kab. Subang, menuturkan, kata radikalisme keagaam tidak hanya ada dalam Islam, namun menjadi fenomena keagamaan secara umum, ekstrimisme dan radikalisme ada pada agama yahudi, protestan, hindu dan budha.
Kata radikal memiliki arti  secara mendasar (sampai kepada hal yang prinsip) amat keras menuntut perubahan baik itu undang-undang atau pemerintahan dan maju dalam berpikir dan bertindak. Indikator ekstrimisme atau radikalisme keagamaan di antaranya:  kecenderungan di luar arus utama. atau menolak  tatanan politik dan sosial serta memiliki program ideologi dan perencanaan aksi yang ditujukan untuk meraih kekuasaan politik atau komunal, secara aktif mendorong dan mengutamakan penggunaan kekerasan, mengumbar kebencian pada musuh-musuh mereka.
Langkah-langkah deradikalisasi yaitu dengan cara melakukan counter terorisme, mencegah provokasi, penyebaran kebencian, permusuhan antar umat beragama serta meningkatkan pengetahuan masyarakat untuk menolak paham terior.
Narasumber  dari Akhmad Basuni dari Dosen Fak.  Ilmu Komunikasi Unsub menuturkan, kata radikalisme  adalah paham yang menghendaki adanya perubahan, perombakan dan pergantian terhadap  suatu sistem sosial  sampai ke akar-akarnya  dan dilakukan secara total. Sedangkan teror yaitu dengan cara menakut-nakuti, mengancam, memberi kejutan  kekerasan atau membunuh dengan maksud menyebarkan rasa takut.
Radikalisme dan terorisme sebagai akibat struktur sosial  di antaranya: demokrasi rakyat yang lapar  ditambah tidak berpendidikan  dapat melahirkan persepsi yang simplistis yang kemudian akan mudah membawa pada sikap-sikap emosional karena kurangnya pemahaman  yang komprehensif mengenai masalah yang dihadapi, masyarakat politik lebih senang  mendirikan institusi  daripada membangun budaya demokratis.  (eddy muteh) 

 

Tinggalkan Balasan