KARAWANG.(MSS),-Para pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) meminta perhatian pemerintahan Kabupaten Karawang. Pasalnya, para pelaku usaha mebeler rumahan di Dusun Bangsa Suta RT 02/05 Desa Cicinde Selatan Kecamatan Banyusari terancam gulur tikar.
Menurut Aos Suhendar (44), dirinya mengaku sudah 20 tahun lebih menekuni usaha mebeler, selama 20 tahun itu juga dia bersama pelaku usaha rumahan lainnya belum pernah mendapat perhatian dari Pemkab Karawang, seperti bantuan modal usaha atau bantuan lainnya. Dia berharap agar pemerintahan Kabupaten Karawang memperhatikan para pelaku usaha kecil. “Kami para pelaku usaha mebeler rumahan belum pernah mendapat perhatian dari pemerintah. Padahal kami perlu perhatian agar usaha kami dapat berkembang dan tidak gulung tikar,” ujar Aos,Jum’at (07/10).
Menurutnya, hampir seluruh warga di Dusun Bangsa Suta Desa Cicinde Selatan mata pencahariannya membuat mebeler seperti pembuatan kursi sekolah, meja dan berbagai lemari. Produksi kerajinan para pelaku usaha rumah itu sudah terkenal diberbagai kabupaten. Pihaknya meminta kepada pemerintahan Desa Cicinde Selatan agar para pelaku usaha itu mendapat perhatian dari program Badan Usaha Milik Desa (Bumdes). “Kualitas kursi meja dan lemari produksi dari Bangsa Suta Cicinde Selatan sudah terkenal kualitasnya bagus. Pemasarannya di kota Karawang, Bekasi, Purwakarta dan Subang,” ujarnya.
Menurut salah seorang tokoh masyarakat setempat, Aang Hasanudin, peranan pemerintahan Kabupaten Karawang diminta turun tangan untuk mempertahankan usaha rumahan warga di Kecamatan Banyusari. Jika tidak ada perhatian, maka secara perlahan para pelaku usaha mebel akan bangkrut. “Perlu perhatian serius dari pihak pemerintahan Kabupaten Karawang. Sebab para pelaku usaha kecil itu perlu bantuan dana penguatan kelanjutan usahanya,” ujarnya.
Dijelaskannya, para pelaku usaha mebeler yang ada kampung Bangsasuta ini bukan hanya membutuhkan tambahan modal usaha saja, tapi mereka juga membutuhkan pembinaan managemen usaha, agar mereka bisa bertahan dalam mengelola permodalan yang ada. Sedangkan soal pemasaran mebeler dan bahan baku utama tidak menjadi persoalan buat para pelaku usaha itu.
“Sepengetahuan saya terkait para pelaku usaha mebeler dikampung ini, kerap kali mengalami jatuh bangun dalam mengelola usahanya, tentunya hal ini diantaranya akibat dari cara mengelola usahanya. Kalau soal pemasaran tidak jadi persoalan bagi mereka, terbukti di tempatnya tidak ada stok hasil produksi mereka, artinya barang yang jadi, selalu habis terjual,” tandasnya.
Pantauan “MSS” menyebutkan, disekitar kampung Bangsasuta itu, para pengrajin pembuat membeler, tak jarang mengambil bahan baku kayu dari sesama pengrajin yang kebetulan memiliki stok bahan baku kayu yang diperlukan, dan kayu bahan mebeler itu di bayar setelah mebeler terjual. “Bagi pengrajin yang kebetulan tidak memeliki kayu bahan mebeler, mereka mengambil dari sesama pengrajin yang ada di sekitar itu dan dibayar jika mebelernya sudah terjual. Jadi diantara mereka sudah terbiasa saling membantu,karenanya dengan kondisi seperti itu,seyogyanya pemerintah daerah peduli kepada mereka.”pungkasnya.(yos).